Pemerintah dan Komunitas/Asosiasi Bisnis dan UMKM di Sumsel Gelorakan Gerakan Beli dan Bela Produk Lokal

Radar Sriwijaya, Palembang – Dari berita yang sudah viral beberapa hari yang lalu, Presiden marah besar pada saat memberikan pengarahan kepada menteri, kepala lembaga, kepala daerah, dan BUMN tentang aksi afirmasi bangga buatan Indonesia, Jumat (25/3). Presiden menegur beberapa Menteri dan kepala Lembaga, BUMN yang masih import barang-barang yang rakyat Indonesia bisa produksi sendiri, seperti alat mesin pertanian, traktor, perlengkapan alat tulis, laptop, sepatu/alas kaki, furniture, peralatan rumah tangga, bahkan hasil-hasil pertanian yang berlimpah di Indonesia juga di impor, seperti lada, kelapa dan teh dan masih banyak lagi yang lainnya.

Dari data yang terbaru, realisasi pengadaan barang dan jasa dari dalam negeri baru atau made in Indonesia Rp 214 triliun pada tahun 2021. Angka ini setara dengan 14 persen dari total anggaran yang sebesar Rp 1.481 triliun. Masih sangat rendah. Berdasarkan data BPS tahun 2021 nilai Impor dari negara luar untuk barang tertentu seperti Alat mesin pertanian 3.875 Triliun, Traktor 837,4 Milyar, Perelengkapan alat tulis 3,689 Triliun, Laptop 2,461 Triliun, Sepatu/alas kaki 10.51 Triliun, Furniture 10,232 Triliun, Peralatan rumah tangga 14,276 Triliun, Lada 21,8 Milyar, Kelapa 60,6 Milyar, Teh 330 Milyar. Padahal banyak orang-orang Indonesia mempunyai kemampuan hebat/cerdas dan diakui dunia dalam memproduksi barang dan jasa, salah satunya bangsa kita sudah bisa buat pesawat canggih seperti CN-235 apalagi kalau hanya buat alas kaki, sepatu, furniture yang bukan high-tech pasti orang Indonesia lebih mampu lagi.

Dari pidato presiden tersebut juga kita mengetahui anggaran untuk pengadaan barang dan jasa tahun 2022 ini. Rinciannya, anggaran pusat sebesar Rp 526 triliun, daerah Rp 535 triliun, dan badan usaha milik negara (BUMN) Rp 420 triliun. Ini merupakan angka yang sangat besar dan merupakan peluang terbuka bagi kita para pengusaha Indonesia untuk mengoptimalkan dengan menyiapkan produk yang unggul dan berdaya saing dalam menjawab arahan dari presiden tersebut.

Momentum dari kekesalan orang nomor satu Indonesia itu, menggerakkan beberapa komunitas dan asosiasi bisnis di Palembang khususnya dan Sumatera Selatan umumnya untuk bersama sama mendiskusikannya dalam sebuah Forum Group Discusion (FGD) bersama perwakilan pemerintah Sumatera Selatan, bagaimana membumikan dan membuat komitmen bersama dalam Gerakan Beli dan Bela produk dalam negeri terutama produk lokal Sumatera Selatan dengan tema “Sinergitas
Gerakan Beli Indonesia Dengan Program Pemerintah dalam Mendukung Pertumbuhan UMKM di Sumatera Selatan”.

Bagaimana kebijakan belanja dari pemerintah daerah Sumatra Selatan dalam mendukung UMKM?

Dari data DPRD Sumatera Selatan APBD Sumatera Selatan tahun 2022 sekitar 10 triliun dan jika di tambahan Belanja dari Kabupaten dan Kota lain di Sumatera Selatan maka belanja barang dan jasa di Sumatera Selatan ini sangatlah besar, hal ini jika kebijakan pemerintah mewajibkan penggunaan dan pembelaan terhadap produk-produk local akan sangat membantu pertumbuhan UMKM di Provinsi Sumatra Selatan. Tetapi tentukan bukan hanya pembelian oleh pemerintah saja yang kita harapkan, pembelaan antar sesama pebisnis untuk saling beli produk saudara sendiri, akan mempercepat pertumbuhan bisnis kita semua. Ungkapan “Belanjamu adalah pendapatan bagi ku” menyadarkan kita semua, produk siapa yang akan kita beli dan kita bela?

Apa itu Gerakan Beli Indonesia?
1. Pengertian Gerakan Beli Indonesia
Gerakan Beli Indonesia adalah Gerakan kesadaran dan penyadaran dari, oleh dan untuk seluruh komponen bangsa Indonesia untuk membeli produk Indonesia, membela martabat dan kejayaan bangsa, serta menghidupkan semangat persaudaraan sesama anak bangsa. Di deklarasikan pertama kali pada tahun 2011 di Kota Surakarta.
2. 3 Sikap Kejuangan
3. Rekomendasi Gerakan Beli Indonesia
4. Arah dan bentuk nyata Gerakan Beli Indonesia.
5. Definisi Produk Indonesia dan Prioritas
6. Komitmen

Contoh daerah sukses melaksanakan Gerakan Beli Indonesia di tingkat kabupaten adalah di Kabupaten Kulonrogo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.diamabil darui tulisan Much. Kaotsar Asshofi, IKA Siyasah Yogyakarta Masalah kemiskinan yang dialami oleh Kabupaten Kulonprogo, sudah pada kondisi buruk, yang mendorong Bupati Kulonprogo bertindak untuk mengatasi masalah tersebut dengan sejumlah terobosan berupa kebijakan Bela Beli Kulonprogo. Kebijakan Bela Beli menurut pengertiannya merupakan kebijakan berupa pernyataan publik yang bertujuan agar masyarakat mau membela daerahnya sendiri dengan cara memproduksi dan mengkonsumsi produksi daerah Kulonprogo.

Dampak kebijakan Bela Beli dari kurun waktu tahun 2013 ketika kebijakan Bela Beli dideklarasikan sampai tahun 2016 berdampak positif. Dampak positifnya adalah meningkatnya ekonomi masyarakat dan meningkatnya penjualan atas produksi daerah. Semula angka kemiskinan di Kulonprogo mencapai 22,54 persen pada 2013, turun menjadi 16,74 persen pada 2014. Hal ini bisa tercapai karena proses kebijakan Bela Beli Kulonprogo sesuai dengan tahap-tahap kebijakan publik dan juga dengan adanya komunikasi dan disposisi yang baik dalam menjalankan kebijakan Bela Beli itu sendiri. Dari dampak positif ini, Bupati Hasto Wardoyo telah mengemban amanah dan melaksanakan tujuan adanya otonomi daerah dan beliau menerima Sepuluh Bupati dan Wali Kota Terbaik Jawa Pos Grup (JPG) Awards 2016.

Langkah-langkah sederhana yang dilakukan oleh Pak Hasto Wardoyo selama jadi Bupati Kulonprogo :
1) Memproduksi Air Kemasan
Memproduksi Air kemasan adalah salah satu program dari kebijakan Bela Beli Kulonprogo yang bisa dilakukan. Terbukti produksi dan penjualan air kemasan ini sudah berlangsung dari pertama kali diproduksi yakni dari tahun 2013 hingga sekarang. Nama yang digunakan pada produksi air kemasan daerah ini adalah Air Ku atau Air Kulonprogo. Tujuan dari produksi air ini adalah untuk meningkatkan pendapatan daerah yang pada akhirnya hasil dari penjualan untuk menjalankan program yang lain dalam rangka mengentas kemiskinan.

Air Ku tersebut diproduksi oleh PDAM Tirta Binangun yang mana penjualan air minum kemasan saat ini sudah terbentuk di angka 10.000 dos per bulannya. Sedangkan, kapasitas produksi yang baru dapat dipenuhi PDAM Tirta Binangun baru 3.000 sampai 4.000 dos per bulan.

2) Menggunakan Beras Daerah
Implementasi yang kedua adalah dengan menggunakan beras daerah dalam artian tidak menerima Raskin namun diganti dengan Rasda (Beras daerah). Beras daerah ini merupakan beras asli dari masyarakat Kulonprogo. Kemudian melalui pemerintah dialokasikan kepada orang miskin dengan adanya perjanjian dengan Perum Bulog31 yang berisikan bahwa beras Raskin yang sebelumnya diimpor dari Vietnam untuk Kabupaten Kulonprogo menggunakan beras dari masyarakat Kulonprogo sendiri.
3) Menggunakan Produksi Batik Daerah
Penggunaan produk batik daerah ini ditunjukan untuk siswa yang ada di Kulonprogo sebagai seragam sekolah. Jumlah siswa yang ada di Kulonprogo sekitar 80 ribu siswa SD, SMP, SMA, dan PAUD di Kulonprogo. Ditambah dengan jumlah PNS yang mencapai 8 ribu dan perangkat
desa seluruh Kulonprogo sebanyak 10 ribu. Jika semua siswa dan PNS serta perangkat Desa 8 mengenakan seragam batik produksi luar Kulonprogo, maka keuntungan akan jatuh pada perusahaan daerah lain atau perusahan batik luar negeri yaitu batik cap dari china.

Melihat fenomena tersebut maka dengan kebijakan Bela Beli Kulonprogo pemerintah mewajibkan untuk kalangan siswa, PNS dan perangkat desa menggunakan batik daerah sendiri sebagai seragam wajib. Nama batik yang digunakan ialah Motif geblek renteng. Motif ini terinspirasi dari makanan khas Kulonprogo yang memiliki arti, geblek adalah makanan khas Kulonprogo yang terbuat dari ketela berbentuk bulat-bulat. Sedang renteng berarti rentengan atau ikatan satu sama lain saat digoreng.

4) Menggunakan Batu Andesit Kulonprogo
Penggunaan produksi asli kulonprogo juga dengan adanya konsumsi atau pembeliaan dari pemerintah atas batu andesit Kulonprogo. Batu ini digunakan oleh pemerintah kulonprogo sebagai hiasan pada halaman kantor DPRD Kulonprogo.

Begitu juga dengan produk genteng, bata merah, gula merah dll. Mengutamakan produk local. Sehingga perputaran ekonomi menjadi hidup dan angka kemiskinan bisa berkurang. Harapan kita semua dengan Gerakan Beli Indonesia ini pemerintah, pelaku usaha, ormas, masyarakat, pesantren dan semua stake holder bisa bahu membahu bergandengan tangan untuk membeli dan membela produk kita sendiri terutama di Sumatera Selatan dengan segala potensinya yang ada sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan kita semua.

Para pelaku usaha dari ketua asosiasi menginginkan agar FGD dilanjutkan dengan deklarasi untuk membeli produk Indonesia dapat segera disinergikan dengan pemerintah.

Pada kesempatan ini Amiruddin sebagai Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumsel mendukung gerakan ini. ”Saat ini pemerintah provinsi juga sudah menyiapkan tools untuk pelaku UMKM agar dapat masuk pada aplikasi IBS yang merupakan etalase UMKM Sumsel. Dan kedepannya pemesanan kebutuhan belanja pemerintah provinsi dapat memesan dari aplikasi ini. Tentunya pelaku usaha sudah memiliki izin legal yang lengkap sesuai dengan bidangnya,” tegasnya.

Gerakan Beli Indonesia di Sumsel ini diinisiasi oleh Indonesia Islamic Business Forum Prov Sumsel yang diketuai Okbri Satrio sebagai Ketua IIBF Sumsel, dan Ruda Ermansyah sebagai Koordinator Gerakan Beli Indonesia di Sumsel. Dan, Ketua IIBF Sumsel melalui wakilnya Syahril Azhari mengatakan bahwa gerakan ini sudah dimulai 10 tahun lalu dan dideklarasikan di Solo. ”Untuk hasilnya sudah dapat kita lihat hasilnya di Kabupaten Kulonprogo,” tandasnya. (bram/rel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *