Radar Sriwijaya, Jakarta – Kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng telah dibuka kembali oleh Presiden Joko Widodo, yang efektif pada Senin (23/5/2022).Hanya saja masalahnya tidak hanya sampai dengan pembukaan keran ekspor saja, organisasi Petani Kelapa Sawit Indonesia meminta beberapa hal.
Pertama, pemerintah, perusahaan sawit dan juga melalui pendanaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) guna mempercepat pembangunan kelembagaan petani sawit swadaya dan juga kemitraan antara petani dengan perusahaan.
Kedua, selama ini petani sawit hanya sebagai penyedia bahan baku, belum ada satupun kelembagaan petani yang memiliki pabrik sendiri dan mengolah TBS menjadi bahan jadi misalnya sampai minyak goreng, sehingga saat ini waktu yang tepat bagi pemerintah untuk mendukung kelembagaan petani sawit untuk memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit dengan memanfaatkan beradaan dana sawit yang di Kelola oleh BPDPKS.
Ketiga, pemerintah perlu memastikan tatakelola minyak goreng dari hulu kehilir dengan sebaik mungkin. “Perlu di terapkan domestic market obligation (DMO) dengan pengawasan yang ketat dan juga perlunya komitmen perusahaan-perusahaan agar ketersedian bahan baku bisa di jamin, selain itu perlu di buat sistim distribusi minyak goreng sampai kemasyarakat seperti system penyediaan gas LPG dan kalau perlu di bentuk atau di tunjuk lembaga seperti bulog yang bisa memastikan ketersedian minyak goreng di masyrakat,” demikian kata para petani dalam pernyataan bersama dikutip dari infosawit, Kamis (19/5/2022).
Keempat, BPDPKS telah berdiri kurang lebih 8 tahun sejak tahun 2015 dimana selama 8 tahun ini telah melakukan pungutan dana sawit sekitar 137,283 Triliun, dimana dana ini mayoritas sekitar 80,16 persen hanya untuk subsidi biodiesel. “Sementara untuk petani sawit hanya sebesar 4,8 persen melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), dengan kondisi seperti ini maka meminta pemrintah kedepanya bisa mengalokasikan dana BPDPKS secara adil kepada petani sawit,” tandas para petani sawit.
Para petani yang memberikan pernyataan sikap terdiri dari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Apkasindo Perjuangan, Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FORTASBI), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (ASPEKPIR), Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia (POPSI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Jaringan Petani Sawit Berkelanjutan Indonesia (Japsbi), menyatakan sikap untuk melakukan sejumlah perbaikan pada industri kelapa sawit nasional. (bram/rel)