Radar Sriwijaya – Harga telur ayam di Pasar Inpres Prabumulih dalam sepekan terakhir diketahui mengalami lonjakan lumayan tinggi. Hal ini membuat banyak pedagang maupun pembeli meradang.
Harga telur ayam ras tembus hingga Rp27 ribu perkilogram. Bahkan ada yang menjual hingga harga Rp32 ribu per kilogram di tingkat eceran.
Menurut salah satu pedagang di pasar tersebut, yang sempat dibincangi wartawan, Jumat (20/7/2018), Anita, bahwa kenaikan harga telur ayam ras di pasaran tersebut terjadi sekitar lima hari terakhir ini.
“Pas (bulan) puasa kemarin sekitar Rp22 ribu sampai Rp24 ribu perkilonya, terus pas habis lebaran baru mulai naik dari Rp25 ribu sampai sekarang Rp27 ribu perkilonya,” ujarnya.
Ia pun menuturkan, jika dirinya maupun pedagang telur lainnya sangat berharap pemerintah dapat memperhatikan akan kenaikan harga telur di pasaran saat ini.
“Tentu kita rasakan imbasnya akibat naiknya harga telur ayam ini, karena pembeli sudah mulai sepi. Bisa dikatakan lebih dari 50% penurunan,” kata dia.
Hal serupa disampaikan Marsaini, yang merupakan pedagang telur lainnya, kenaikan harga telur ayam disebabkan oleh cuaca yang menyebabkan kondisi kesehatan ayam petelur tidak baik.
“Produksi ayam petelur menurun, sehingga stok ayam sedikit. Inilah yang menyebabkan harga telur ayam naik,” katanya.
Dia menyatakan bahwa melonjaknya harga telur di pasaran bukan terjadi dalam waktu dekat ini. Namun, dalam beberapa hari terakhir ini kenaikan harganya cukup tinggi.
“Persoalan telur ini sebenarnya bukan satu dua hari saja, melainkan sudah cukup lama. Cuma memang dalam minggu ini kenaikannya lebih agresif dibandingkan sebelumnya yang kenaikannya bisa Rp300 sampai Rp500,” tandasnya.
Marsaini mengakui, kenaikan harga telur ayam tak hanya merisaukan konsumen, melainkan juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pedagang. Pasalnya, selain semakin sulit menjualnya para pedagang juga mengalami kesulitan dalam memperoleh telur ayam tersebut.
Kesulitan itu semakin diperparah dengan tak mampunya para pedagang menambah modal jualannya. “Semakin mahal harga semakin sedikit jumlah produksi yang kami dapat. Modal kami katakanlah sehari sejuta ya, ya sehari terus sejuta. Kami enggak bisa tambah modal lagi. Produksinya kan semakin berkurang,” ucapnya. (den)