Radar Sriwijaya (RS) – Mantan Kades di wilayah Kecamatan Peninjauan Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) berinisial SP (50) terancam masuk bui lantaran diduga telah melakukan korupsi Rp103.162.000.
Uraian dana meliputi dana operasional perkantoran sebesar Rp50.700.000, dana operasional karang taruna desa sebesar Rp7.350.000, dana Kegiatan Linmas Desa Rp10.921.000, dana Pelatihan Kapasitas Perangkat Desa sebesar Rp6.900.000, kemudian dana Perencanaan Desa Rp10.921.000 serta dana pengadaan Meja dan Alat-alat Prasmanan sebesar Rp17.000.000, sehingga total dana yang tidak terealisasi dalam penggunaan Dana Desa tahun 2016 sebesar Rp103.162.000.
Informasi menyebutkan, dugaan korupsi mantan kades SP yang mulai memangku jabatan Kades sejak 20 April 2011 sampai dengan 20 April 2017 ini mencuat saat perangkat desa yang baru kesulitan dalam menyelesaikan Laporan Pertanggung-jawaban penggunaan dana desa tahun 2016.
Hal ini kemudian menimbulkan stigma negatif terhadap kinerja kades sebelumnya yang memunculkan adanya indikasi kecurangan dilakukan mantan kades SP.
Indikasi dugaan korupsi yang dilakukan mantan kades SP menjurus kepada perbuatan melawan hukum dengan tujuan memperkaya diri sendiri itu telah diakui oleh mantan kades SP dengan dibuktikan dengan Surat Pernyataan kesanggupan SP untuk mengembalikan dana hasil korupsinya tersebut.
“Dia (mantan kades SP,red) sudah menghadiri pertemuan yang kita laksanakan di kantor desa, pertemuan ini sendiri sampai dihadiri oleh TA (tenaga ahli) dari Baturaja menyangkut dana desa tahun 2016. Dari hasil pertemuan itu dia menyanggupi untuk mengembalikan dana desa yang tidak terealisasi ke rekening kas desa sampai dengan Oktober ini,” kata Ketua BPD desa setempat Mulyadi saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (22/08).
Sebelumnya, pihak BPD setempat telah memanggil mantan kades SP terkait Laporan Pertanggung-jawaban Dana Desa tahun anggaran 2016 yang tidak selesai.
Dampak tidak selesainya laporan pertanggung-jawaban itu jelas berpengaruh dengan penyerapan dana desa tahun berikutnya yang sempat membuat pihak desa uring-uringan karena terlambatnya serapan dana desa tahun 2017.
“Waktu itu dia masih menjabat sebagai Kepala Desa, jadi saya panggil berhubung karena SPJ belum selesai. Kami sudah mengingatkan dia agar segera mempertanggung-jawabkan dana desa tahun itu,“ jelasnya.
Sementara Indra Gunawan selaku pihak Kecamatan Peninjauan menjelaskan, pertemuan sudah dilaksanakan dengan dihadiri langsung oleh mantan kades SP dan pihak terkait, dalam hal ini mantan kades SP berjanji akan segera menyelesaikan dana desa yang tidak terealisasi paling lambat Oktober 2017 ini.
”Yang jelas waktu itu, mantan kadesnya sudah menanda tangani Surat Pernyataan yang isinya membenarkan jika memang ada dana desa yang belum terealisasikan pada masa jabatannya sebesar Rp103 juta lebih. Dia menyanggupi untuk mengembalikannya, surat pernyataan itu di tanda tangani diatas materai dan diketahui oleh Ketua BPD dan Kades sekarang,” ungkapnya.
Terpisah, Koordinator LSM Jaringan Pemberantasan Korupsi (JPK) Wilayah Sumatera Selatan, Imam Santoso ST menegaskan, secara hukum apa yang telah dilakukan mantan kades tersebut telah mencerminkan rapuhnya penggunaan dana desa di wilayah itu.
Menurut dia, ada beberapa bentuk korupsi yang dilakukan pemerintah desa, yaitu penggelapan, penyalahgunaan anggaran, penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, mark up anggaran, laporan fiktif, pemotongan anggaran dan suap.
“Dari sejumlah bentuk korupsi itu, ada 5 titik rawan korupsi dalam proses pengelolaan dana desa yaitu dari proses perencanaan, proses pertanggungjawaban, monitoring dan evaluasi, pelaksanaan, serta pengadaan barang dan jasa dalam hal penyaluran dan pengelolaan dana desa, seperti kasus yang terjadi melibatkan mantan kades ini rata-rata beberapa item pekerjaan tersebut sengaja tidak direalisasikan,” katanya.
Ini artinya sudah jelas fiktif karena tidak dikerjakan, jadi walaupun nantinya uang hasil korupsi dana desa tu dikembalikan, namun itu jelas tidak menghilangkan pidananya. Artinya harus segera diproses secara hukum.
Imam menambahkan, pihaknya akan segera melaporkan temuan ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selama ini, modus korupsi yang dipantau JPK, antara lain membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar, mempertanggungjawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan dana desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain.
”Selain itu ada juga modus lain dengan meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan, lalu pemungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten, penggelembungan atau mark up pembayaran honor perangkat desa dan mark up pembayaran alat tulis kantor. (sam)