Radar Sriwijaya – Darto (50) terduduk dengan wajah sendunya, saat sejumlah kawan sesama supir mikrolet berorasi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Darto merupakan supir M03 jurusan Karet-Roxy. Berseragam biru, ia dan puluhan supir datang dan meminta kejelasan nasib usai 1 bulan ditutupnya ruas Jalan Jati Baru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
“Sedang banyak pikiran saya. Mikirin anak sekolah gimana kalau gini terus,” ujar Darto, saat ditanyai di lapangan, Senin (22/1/2018).
Darto menceritakan dirinya telah menjadi supir mikrolet selama 10 tahun terakhir. Sejak tahun 1997, dimulai menjadi supir bemo.
“Ya kurang lebih 10 tahun. Saya awalnya narik bemo, kemudian APD sampai sekarang,” kata Darto.
Kebijakan penutupan jalan di depan stasiun Tanah Abang, kata Darto, benar-benar menurunkan pendapatan hariannya sebagai ayah dari 3 orang anak.
“Sehari saya dulu bisa 100 ribu, 200 ribu, bersih itu sehari, standarnya segitu. Sekarang boro-boro buat makan keluarga, makan sendiri saja susah,” ujar Darto.
Sehari kini, pendapatan menarik mikroletnya, Darto hanya mendapat 40 ribu.
“Sekarang 40 ribu (per hari). Sehari kita sewa (sama majikan) 250.000. Ya kita nombok susah sekarang. Kadang-kadang pas-pasan, ya ga cukup,” ujar pria asal Tegal, Jawa Tengah ini.
Keluarga Darto, istri dan 3 anaknya tinggal di Tegal.
Sedangkan, ia selama ini menyewa petakan di kawasan Karet Tengsin, Jakarta Pusat.
“Anak saya paling kecil kelas 4 SD ada di kampung (Tegal) bersama istri. Ya dia (Azizah anaknya) tanya jajanan mahal dulu 5 ribu (uang jajan), sekarang 2 ribu,” jelas Darto.
Hal yang paling ia pikiran saat ini adalah memenuhi kebutuhan biaya sekolah anak bungsu dan keponakannya di kampung.
“Rasanya berat, repotkan. Kadang anak pengen minta mainan, tapi bapaknya begini,” jelas Darto.
Ia pun hanya meminta jalan Jati Baru Raya di buka kembali.
“Udah dibuka saja itu jalannya. Saya minta itu saja. Tuntunan begitu ga neko-neko. Saya bukan orang politik, saya ini mau cari uang saja,” kata Darto. (man)