Radar Sriwijaya – Sebanyak 1.191 Kepala Keluarga (KK) korban gempa Lombok menerima dana stimulasi dari pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berupa tabungan di Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Total bantuan yang diberikan tersebut senilai Rp 59,55 milyar rupiah. Nantinya semua kepala keluarga yang memiliki rumah rusak akan diberikan bantuan oleh pemerintah.
“Sesuai arahan Presiden RI, Joko Widodo, untuk memberikan dana stimulasi membangun rumah penduduk yang rusak berat sebesar 50 juta/KK,” ungkap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas, Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangannya di laman bnpb.go.id, Rabu (15/8/2018).
Rincian penerima bantuan stimulasi tahap pertama adalah 125 untuk penduduk Lombok Utara, 20 untuk Lombok Tengah, 6 untuk Lombok Barat, 1.020 Lombok Timur, 20 Kota Mataram. Secara simbolis diberikan oleh Danrem 162 Wirabhakti, Kalaksa BPBD Kab.Lombok Utara, Wakil Ketua DPD RI, Kapolres Lombok Utara, Kalaksa BPBD Kab. Lombok Timur, Kalaksa BPBD Provinsi NTB kepada masyarakat terdampak di GOR Pamenang.
Presiden yang telah menyapa pengungsi gempa bumi Lombok Utara selama dua hari 13-14 Agustus 2018, juga menyempatkan berdialog dengan pengungsi di beberapa titik pengungsian menanyakan berapa ganti rugi yang diterima masyarakat.
“Rusak berat 50 juta, rusak sedang 25 juta dan rusak ringan 10 juta,” ucap Presiden yang disambut tepuk tangan masyarakat.
Rumah yang masuk kategori rusak berat adalah yang ambruk total, sedangkan rusak sedang masih berdiri namun tidak bisa dihuni dan rusak ringan masih bisa dipakai tempat tinggal.
Pendataan dan verifikasi dilakukan oleh Dinas PU dan BPBD kabupaten/kota setempat dengan data dengan mencantumkan nama kepala keluarga dan alamat. Data tersebut di-SK-kan oleh Bupati/Walikota dan dibuatkan rekening bank kemudian BNPB mentransfer bantuannya.
Presiden juga memerintahkan Kepala BNPB dan Menteri PUPR untuk segera membantu masyarakat agar dapat membangun kembali rumahnya.
Salah satunya menggunakan Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) dikembangkan oleh Balitbang Kementerian PUPR. Teknologi ini menggunakan sistem modular sehingga mudah dipasang dan lebih cepat penyelesaiannya dibandingkan konstruksi rumah konvensional.
Biayanya juga terjangkau, mudah dipindahkan karena knock down, tahan gempa dan dapat dimodifikasi menjadi bangunan kantor, puskesmas, rumah sakit, sekolah, dan lainnya.
Sesuai data Dansatgas tercatat per 13 Agustus 2018, pk.17.00 WITA, sebanyak 31.925 rumah rusak berat, 3.135 rumah rusak sedang dan 36.680 rumah rusak ringan, 183 masjid dan musholla rusak serta 6 pura rusak. (man)