**Salah satunya dinyatakan bersalah oleh DKPP.
Radar Sriwijaya (OKI) – Vonis Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyidangkan Perkara dugaan pelanggaran Etik yang dilakukan oleh mantan Ketua Panwaslu OKI M Fakhruddin S.H, tampaknya tidak berpengaruh terhadap komposisi Bawaslu OKI.
Pasalnya, putusan tersebut keluar setelah mantan ketua panwaslu OKI tersebut dilantik kembali sebagai anggota bawaslu OKI periode 2018 – 2023 bersama 4 komisioner lainnya.
Dalam keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) berdasarkan Putusan No.160/DKPP-PKE-VII/2018 tanggal 29 Agustus 2018. M Fakhruddin diberhentikan dari jabatannya dan mendapatkan teguran keras atas tindakannya meminta THR kepada salah satu paslon dalam pilkada OKI 2018 sebagaimana laporan dari tim Calon Bupati OKI Pilkada 2018 nomor urut 3, Azhari, pada 21 Juni 2018.
Pengamat Sosial Politik dari Universitas IBA, Dr Tarech Rasyid, mengatakan, terpilihnya M Fakhruddin sebagai komisioner bawaslu OKI menjadi “noda” dalam lembaga yang akan mengawal proses demokrasi di Kabupaten OKI yang jujur adil dan berintegritas.
“Kita sangat menyesalkan ketua Panwaslu yang mendapatkan kartu hitam bisa terpilih kembali menjadi komisioner Bawaslu, kinerja timselnya bagaimana?,” kata Tarech saat dihubungi wartawan, Jumat (14/9/2018).
Katanya, komisioner yang bermasalah ditambahlagi dikuatkan dengan keputusan DKPP harus di diskualifikasi dan dievaluasi ulang. “Biasanya dalam SK itu ada diktum kalau ada permasalahan SK tersebut bisa dikoreksi dan diputuskan ulang jadi masih bisa digugat,”ungkapnya.
Disamping itu, kata Tarech masyarakat atau publik bisa menuntut kalau tidak ini akan jadi preseden buruk bagi demokrasi. “Siapa yang bisa menjamin hal serupa tidak terulang, namun mengantisipasi adalah jalan yang terbaik, jangan sampai nanti muncul preseden buruk bagi bawaslu OKI,”terangnya.
Hal senada diungkapkan Tokoh Pemuda OKI, Welly Tegalega S.H, menurutnya, Putusan DKPP seeprtinya tersebut tidak berpengaruh terhadap posisi M Fakhruddin, pasalnya, meskipun telah dinyatakan bersalah dan diberhentikan sebagai ketua Panwaslu OKI dan diberikan teguran keras, namun yang bersangkutan tetap saja menjadi salah satu komisioner Bawaslu OKI.
“Panwaslu memang sudah bubar, dan berubah nama jadi bawaslu jadi tidak diberhentikan pun masa jabatannya berakhir,” katanya.
Menurut dia, meskipun saat ini bawaslu OKI telah terbentuk dan telah terpilih komisioner yang baru dan nama M Fakhruddin menjadi salah satunya, harusnya hal ini dapat ditinjau ulang.
“Ini masalah Integritas penyelenggara, bagaimana kita bisa percaya dengan orang yang sudah terbukti melakukan pelanggaran, apakah tidak ada nama orang lain yang lebih layak, atau jangan-jangan bawaslu Sumsel sengaja melindunginya,” tukas dia.
Sementara itu ketua Bawaslu Sumsel, Junaidi saat dikonfirmasi wartawan mengatakan, keputusan DKPP tidak akan mempengaruhi hasil putusan atas pelantikan bawaslu OKI. Bahkan keputusan tersebut tidak akan menjadi pertimbangan bagi Bawaslu sumsel untuk merevisi atau merestrukturisasi OKI.
“Dalam putusan tersebut sudah diberikan sanksi, dan dianggap sudah selesai,” tukasnya.
Sebelumnya, Ketua Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Muhammad Fahruddin, diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) berdasarkan Putusan No.160/DKPP-PKE-VII/2018 tanggal 29 Agustus 2018. Fahruddin diadukan oleh Calon Bupati OKI Pilkada 2018 nomor urut 3, Azhari, pada 21 Juni 2018.
Dalam persidangan terungkap, Fahruddin menghubungi nomor telepon Calon Wakil Bupati (Cawabup) OKI nomor urut 1, Djakfar Shodiq pada 8 Juni 2018, untuk meminta keterangan terkait aduan masyarakat sipil atas nama Asnuri bahwa pasangan calon (paslon) nomor urut 1 telah membagikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada masyarakat. Dalam percakapan salah sambung tersebut—nomor telepon yang dihubungi oleh Fahruddin ternyata merupakan nomor telepon Ketua Tim pemenangan paslon nomor urut 3—Fahruddin meminta THR kepada Ketua Tim pemenangan paslon nomor urut 3, yang ia ketahui sebagai Cawabup nomor urut 1. Dari rekaman isi percakapan yang menjadi barang bukti Pengadu, Fahruddin menyampaikan kalimat “buat lebaran Pak, rezeki Bapak tu”.
Di persidangan, Fahruddin menyatakan bahwa dirinya menelpon Paslon nomor urut 1 sebagai cara untuk memancing informasi dalam rangka menindaklanjuti laporan masyarakat. Menurutnya, dengan mencoba meminta THR, dirinya akan mendapatkan informasi terkait pembagian THR kepada masyarakat.
Fahruddin baru menyadari bahwa yang dihubunginya adalah Ketua Tim pemenangan paslon nomor urut 3 lima hari kemudian, tanggal 13 Juni, ketika menerima informasi bahwa dirinya diadukan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Selatan oleh Tim pengacara Paslon nomor urut 3.
“Teradu mengetahui telah salah menghubungi tersebut setelah memperoleh informasi bahwa ada Tim Pengacara yang melaporkan Teradu ke Bawaslu Sumsel dan ada rekaman pembicaraan Teradu meminta THR kepada calon wakil bupati OKI atas nama Djakfar Shodiq,” sebagaimana tertulis di dalam Putusan DKPP yang dapat dilihat pada laman http://dkpp.go.id.
Terhadap kejadian tersebut, DKPP menilai tindakan Fahruddin yang ia dalihkan sebagai tindakan investigasi tidak sesuai dengan norma hukum dan etika. Tindakan investigasi tidak didukung oleh standar operasional prosedur serta petunjuk teknis yang benar.
“Semua tindakan Teradu dan Tim yang dibentuk dalam rangka investigasi tersebut dilakukan dengan tidak profesional, mengandalkan improvisasi. Oleh karenanya, DKPP menilai tindakan Teradu dapat mencoreng nama baik penyelenggara pemilu di mata publik disebabkan tindakan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. Apalagi, pihak yang dihubungi tersebut adalah Calon Wakil Bupati yang notabene sarat akan kepentingan,” tulis DKPP.
Fahruddin dikenai sanksi peringatan keras dan pemberhentian sebagai Ketua Panwaslu OKI.(den)