Sekwan: Permasalahan Kelebihan Bayar Tunjangan Transportasi Dewan Sudah Disetor Kembali.
Radar Sriwijaya (OKI) – Meski sejak bulan Oktober 2017, seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) telah mendapatkan Tunjangan Transportasi sebesar Rp15 Juta perbulan, namun sayangnya, kebijakan pemberian tunjangan ini tidak dibarengi dengan kesadaran mengembalikan aset negara berupa kendaraan dinas jenis mobil segera mungkin.
“Akibat kelalaian ini, berdasarkan hasil hitungan Tim pemeriksa Badan Pengawas Keuangan (BPK) tidak kurang dari Rp 318.242.741,97 yang merupakan kelebihan pembayaran atas penggunaan fasilitas kendaraan dinas bersamaan dengan pembayaran tunjangan transportasi (Tunjangan Ganda),” ungkap Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumatera Selatan Nuniek Handayani kepada awak media, Minggu (11/11/2018).
Dugaan kelebihan bayar tunjangan di DPRD OKI ini sendiri, Nuniek kembali menjelaskan secara rinci beberapa aturan hukum yang ada, berupa Perda Kabupaten OKI Nomor 11 Tahun 2017 tanggal 11 September 2017 tentang Belanja Tunjangan Transportasi Anggota DPRD Kabupaten OKI harusnya dilaksanakan berdasarkan tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten OKI, lalu mengacu pada Perbub Nomor 96 Tahun 2017 tanggal 15 November 2017 yang mengatur bahwa sejak bulan Oktober 2017 tunjangan transportasi sebesar Rp15 Juta dibayarkan setiap bulan secara lumpsum.
“Beranjak dari Perda dan Perbup tersebut, sambung dia, seharusnya di bulan Oktober 2017 seluruh unit kendaraan dinas jabatan yang dipakai bagi 22 anggota dewan seharusnya sudahdikembalikan,” ujarnya.
Namun sayangnya, sambung dia, berdasarkan Berita Acara Serah Terima Barang Milik Daerah Nomor 028/1244/BAST-BMD/2017 kendaraan dinas sebanyak 28 unit yang terdiri 22 unit randis jabatan anggota DPRD, sedangkan sisanya merupakan kendaraan operasional alat kelengkapan dewan 6 unit baru dikembalikan anggota DPRD kepada Pemkab OKI baru dilaksanakan secara kolektif pada bulan berikutnya yakni tanggal 22 November 2017,”ungkap
Nuniek juga membeberkan kerugian negar ini berawal dari 22 unit randis yang masih dalam penguasaan anggota dewan namun disaat bersamaan wakil rakyat ini juga menerima tunjangan transportasi, sehingga terjadi pembayaran ganda (Bulan Oktober hingga Oktober) yang diterima dewan.
“Semestinya, anggota DPRD yang masih menggunakan fasilitas kendaraan dinas bersamaan dengan pembayaran sampai dengan bulan November tidak berhak menerima tunjangan transportasi,” jelasnya.
Dengan persoalan “bocornya anggaran” ini, sejumlah rekomendasi yang diungkapkan Fitra Sumsel yakni, agar dalam menyusun perencanaan dan penganggaran belanja daerah harus mengacu pada Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
“Pemkab OKI juga harus berpedoman pada pasal 4 bahwa keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat yg sebesar besarnya,” katanya.
Lalu kemudian, Inspektorat Daerah lebih memaksimalkan lagi pengawasan sehingga bisa menekan terjadinya penyimpangan penggunaan anggaran yang berakibat terjadinya pemborosan penggunaan keuangan daerah, tanpa memberi dampak pada kesejahteraan masyarakat,
“Inspektorat jangan malah bersikap sebaliknya yang memposisikan “dibawah kontrol” sejumlah dinas atau tidak bernyali mengungkap penyelewengan yang kerap terjadi. Selain itu, Fitra merekomendasikan pengembalian kelebihan bayar tunjangan transportasi ke kas daerah,” tuntasnya.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Dewan (Sekwan) Nila Utami mengatakan sebelumnya telah menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang juga membahas terkait dugaan adanya pembayaran tunjangan transport ganda ini. Menurut dia, tentunya menjadi kewajiban Sekwan untuk lebih bersikap pro aktif dalam mengembalikan kerugian negara untuk disetor kembali ke kas daerah,
“Progres pengembalian kerugian ini sendiri sudah diselesaikan. Begitu ada temuan langsung kita kejar anggota dewannya untuk menjelaskan dan mewajibkan membayar kembali ke kas daerah,” ungkapnya di ruang kerjanya.
Sekwan mengakui meskipun tiap tahunnya instansi plat merah “Rumah Rakyat” yang dipimpinnya kerap mendapatkan catatan khusus, namun menurutnya kesalahan ini tidak lebih dari kesalahan administrasi yang kemungkinan bisa saja terjadi lantaran terhambatnya komunikasi dan kesepahaman antara Sekwan dan anggota dewan.
“Untuk itu, setiap persoalan harus dilihat secara utuh dan komprehensif, tidak bisa juga jika hanya menyalahkan sebagian pihak saja, misalnya, kalau ada sejumlah temuan, bukan berarti ada korupsi, lantas menuding kesalahan sekwan atau menunjuk anggota dewannya yang justru tidak tertib. Daripada mencari siapa bersalah, akan lebih bijak lagi jika kami memperbaiki diri,” urainya seraya menunjukkan sejumlah bukti setor atas nama beberapa anggota dewan.(den)