Radar Sriwijaya (OKI) .- Proyek perbaikan jalan Kompleks Stadion Segitiga Emas Kayuagung Jln. Lintas Sumatera Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) diduga menyalahi aturan proyek yang bersumber dari anggaran negara.
Disinyalir, sebagai Kontraktor PT Karya Mulya Nugraha sebagai pelaksana proyek Perbaikan Jalan Perkantoran dan Perumahan Dalam Kota Kayuagung, senilai Rp10.098.000.000 disebut sebagai pelaksana proyek siluman lantaran ketiadaan penggunaan papan nama proyek yang dibiayai pemerintah.
Kendati perbaikan jalan tersebut berdampak positif bagi kenyamanan berkendara, namun proyek yang berada tak jauh dari kedua kantor sekretariat PWI dan IWO tersebut, selayaknya mengikuti peraturan pelaksanaan pembangunan pemerintah. Keengganan kontraktor ini sendiri tentunya menjadi persoalan serius yang mesti dikritisi.
Terlebih lagi, selain tak gunakan papan proyek, salah seorang yang mengaku pekerja kontraktor Zul, secara terang-terangan memperjualbelikan urukan galian tanah campur aspal sebelum pelaksanaan lapisan pondasi agregat dan pengaspalan.
Urukan tanah bertonase Dump Truk, pria berperawakan kurus ini mematok harga Rp300 Ribu. Harga tersebut sudah termasuk biaya antar alamat.
“Biaya tersebut sudah termasuk armada dari kami, jasa operator angkut dan supir,” jelas Zul
Disinggung terkait informasi proyek, Zul yang diakuinya kenal banyak dengan kalangan wartawan ini justru mengelak. Ia menyebut pekerjaan yang dilakoninya hanya disuruh dinas PU untuk mengerjakan perbaikan jalan.
“Dak tau dek, kami cuma disuruh wong PU bae untuk gawekenyo. Cubo tanyo Firman, wong PU itu,” jelasnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Hapis, melalui Sekretaris Dinas, Sujasmin
mengatakan hal tersebut tidak mesti terjadi. Ia mengatakan, seharusnya kontraktor sebagai pelaksana proyek lebih mengindahkan peraturan.
Apalagi menurutnya, proyek yang dikerjakan kontraktor berasal dari Kepulauan Bangka-Belitung tersebut menyebar disejumlah titik rusak jalan di Kayuagung,
“Pengerjaannya bukan satu tempat saja, namun berada di sejumlah titik jalan rusak,” ujarnya singkat, Rabu (21/8/2019).
Ketidakpatuhan pemasangan papan nama proyek berujung pada sejumlah spekulasi miring di kalangan publik. Pasalnya, pengerjaan proyek ini sendiri dibiayai negara.
Kewajiban memasang plang papan nama proyek tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 dan Perpres Nomor 70 Tahun 2012. Regulasi ini mengatur setiap pekerjaan bangunan fisik yang dibiayai negara wajib memasang papan nama proyek.
Sejatinya, papan nama tersebut diantaranya memuat jenis kegiatan proyek, lokasi, nomor kontrak, waktu pelaksanaan, dan nilai kontrak serta jangka waktu atau lama pengerjaan proyek.
“Kendati sepele, tetapi keberadaan papan proyek, memuat sejumlah informasi terkait pengerjaan tersebut,” ujar Ketua LSM Transparansi Akuntabilitas Publik (Trap), Pipin Juniar.
Pipin berpendapat, selain merupakan hak publik memperoleh informasi, tidak dicantumkannya plang papan nama proyek tersebut bukan hanya bertentang dengan Perpres.
“Hal ini juga tidak sesuai dengan semangat transparansi yang dituangkan pemerintah dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi Publik,” tandasnya.(den)