Radar Sriwijaya, Palembang – Pemprov Sumsel melalui Dinas Perkebunan bersama dinas yang menangani perkebunan di kabupaten dan kota akan memantau harga tanda buah segar (TBS) sawit. Pemantauan dilakukan untuk mengendalikan harga TBS sawit petani yang anjlok sejak pemerintah mengumumkan larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya pada Jumat (22/4/2022).
Sekretaris Dinas Perkebunan Provinsi Sumsel Dian Eka Putra mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan Surat Edaran dari Dirjen Perkebunan yang akan diteruskan ke kabupaten dan kota.
“Kita teruskan surat dari Dirjen Perkebunan, pada prinsifnya tidak ada larangan ekspor CPO seperti dalam surat edaran itu (yang dilarang bahan baku minyak goreng/RBD Olein),” ujarnya kepada globalplanet, Selasa (26/4/2022).
Mengutip surat edaran Dirjen Perkebunan itu, minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO) tidak termasuk ke dalam produk sawit yang dilarang ekspor. Pelarangan ekspor hanya diterapkan kepada RBD Olein (tiga pos tarif) (a) 1511.90.36 (RBD Palm Olein dalam kemasan berat bersih tidak melebihi 25kg. (b) 1511.90.37 (lain-lain, dengan nilai lodine 55 atau lebih tetapi kurang dari 60) dan (c) 1511.90.38 (lain-lain).
“Nanti surat dirjen diteruskan, dan nanti coba kita pantau dan koordinsi dengan dinas yang menangani perkebunan di kabupaten dan kota,” katanya.
Diketahui, harga tandan buah segar (TBS) sawit di Sumsel bergerak secara liar setelah pemerintah mengumumkan larangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya pada Jumat (22/4/2022). Penurunan harga bervariasi mulai dari Rp200 hingga di atas Rp1.400 per kilogram.
Salah satunya terjadi di Kecamatan Rupit, Musi Rawas Utara (Muratara) yang turun dari secara bertahap sejak Jumat di harga Rp3.000 per kilogram terus turun hingga menjadi Rp1.000 pada Selasa (26/4/2022).
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian merespons penetapan harga sepihak ini. Melalui surat edaran No. 1665/KB.020/E/04/2022, Dirjen Perkebunan meminta pemerintah daerah melalui dinas terkait untuk mengawasi agar pabrik tidak menetapkan harga TBS secara sepihak.
Dalam surat edaran yang dikeluarkan dan ditandatangani Plt Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Ali Jamil pada 25 April 2022 ini terdapat tiga poin penting.
Pertama, berdasarkan laporan dari beberapa Dinas yang membidangi perkebunan petani kelapa sawit (Asosiasi petani sawit) serta petugas penilai usaha perkebunan (PUP) dari berbagai provinsi terdapat penurunan harga sepihak sebesar Rp 300-Rp 1.400/Kg.
Ali Jamil dalam surat tersebut menerangkan penurunan sepihak terdapat potensi melanggar ketentuan Tim Penetapan Harga Pembelian TBS Perkebunan yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 01 tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit produksi Pekebun dan bisa menimbulkan keresahan. “Selanjutnya bisa berpotensi menimbulkan konflik sawit dengan pabrik sawit,” imbuh Ali.
Kedua diterangkan minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO) tidak termasuk ke dalam produk sawit yang dilarang ekspor. Pelarangan ekspor hanya diterapkan kepada RBD Olein (tiga pos tarif) (a) 1511.90.36 (RBD Palm Olein dalam kemasan berat bersih tidak melebihi 25kg. (b) 1511.90.37 (lain-lain, dengan nilai lodine 55 atau lebih tetapi kurang dari 60) dan (c) 1511.90.38 (lain-lain).
Ketiga dalam upaya mencegah penurunan harga TBS secara sepihak oleh pabrik sawit, maka Gubernur wilayahnya sebagai sentra sawit diharapkan adanya pengawasan.
Gubernur diharapkan segera mengirimkan surat edaran kepada para Bupati/Walikota sentra sawit agar perusahaan sawit di wilayahnya untuk tidak menetapkan harga beli TBS pekebun secara sepihak (diluar harga beli yang ditetapkan oleh Tim Penetapan Harga TBS Tingkat Provinsi),
Kemudian memberikan peringatan atau memberikan sanksi kepada perusahaan/PKS yang melanggar ketentuan Permentan 01 tahun 2018. (bram/rel)