Photo : Sidang yang digelar di PN Kayuagung.
**Bersama satu orang stafnya.
Radarsriwijaya.com,(OKI).- Kepala Desa Simpang Tiga Makmur Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Syamsul Bahri dan Asmara yang merupakan staf pemerintah dasa terancam hukuman 6 tahun penjara lantaran melakukan pemalsuan surat.
Hal tersebut terungkap dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan kasus pemalsuan surat dengan nomor perkara : 228/Pid.B/2022/PN Kag atas nama terdakwa Asmara dan nomor perkara 229/Pid.B/2022/PN Kag atas nama terdakwa Syamsul Bahri di PN Kayuagung, Selasa (11/5/2022).
Meskipun didalam berkas perkara terpisah, namun keduanya disidang secara bersamaan sekitar pukul 15.27 wib.
Majelis hakim yang diketuai Tira Tirtona SH MH dan hakim Anggota Made Kariana SH MH dan Dani Agustinus SH MH setelah membuka persidangan langsung melakukan pemeriksaaan terhadap identitas kedua terdakwa termasuk juga keabsahan dokumen administrasi penasehat hukum terdakwa dari kantor Hukum JNJ dan rekan.
Usai hal tersebut, majelis hakim mempersilahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri OKI, Rila Febriyana SH MH dan Desi Yumenti SH MH membacakan dakwaan.
Jaksa Rila membacakan dakwaan terhadap terdakwa Asmara, dimana dalam dakwaa tersebut disebutkan bahwa selama empat tahun berturut-turut, yakni tahun 2016,2017,2018,2019 telah membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbukan suatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang atau diperuntukan sebagai bukti dari pada suatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat.
Kasus ini terungkap berawal dari saksi Wiwik Elpani (Staf Kecamatan Tulung Selapan) pada hari Rabu, (2/2/2020) sekira jam 09.00. Wib bertempat di Kantor Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten OKI memperlihatkan dokumen APBDes Desa Simpang Tiga Makmur kepada saksi korban Erieka Bin Karnawi untuk memastikan apakah benar tanda tangan saksi yang ada dalam dokumen Berita Acara Permusyawaratan Desa tahun 2016, 2017,2018 dan 2019.
Dokumen Berita Acara Badan Permusyawaratan Desa Simpang Tiga Makmur tentang Rapat membahas RAPBDes tahun Anggaran 2016 dengan Rincinan anggaran sebesar Rp.909.680.000. (Sembilan Ratus Sembilan Juta enam Ratus Delapan Puluh Ribu Rupiah )
Kemudian, Berita Acara Badan Permusyawaratan Desa Simpang Tiga Makmur tentang Rapat membahas RAPBDes tahun Anggaran 2017 dengan Rincinan anggaran sebesar Rp.1.272.089.000. ( Satu Milyar Dua Ratus tujuh puluh dua juta delapan puluh Sembilan ribu rupiah ).
Lalu Berita Acara Badan Permusyawaratan Desa Simpang Tiga6 Makmur56s tahun Anggaran 2018 dengan Rincinan anggaran sebesar Rp.1.162.709.621. ( Satu milyar Seratus enam puluh dua juta tujuh ratus Sembilan ribu enam ratus dua puluh satu rupiah ).
Terakhir, Berita Acara Badan Permusyawaratan Desa Simpang Tiga Makmur tentang Rapat membahas RAPBDes tahun Anggaran 2019 dengan Rincinan anggaran sebesar Rp.1.285.607.550. (Satu milyar Dua ratus delapan puluh lima juta enam ratus tujuh ribu lima ratus lima puluh rupiah ).
Setelah saksi Erika meneliti dan melihat tanda tangan yang tertera dalam BA tersebut , benar itu bukan tanda tangan saksi, dan saksi selaku ketua BPD Desa Simpang Tiga Makmur tidak pernah mengadakan rapat dengan anggota BPD lainnya untuk membahas Rancangan Anggaran Pendapaan dan Belanja Desa ( RAPBDes ).
Sambungnya, Sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Forensik Nomor 48/DTF/2021/tanggal 27 September 2021 yang ditanda tangani oleh Yan Parigosa,S.Si. M.T. Ajun Komisaris Besar Polisi NRP. 75050943 pada Kesimpulan yaitu Tanda Tangan bukti QT adalah Non Identik terhadap tandatangan pembanding KT, atau dengan kta lain tanda tangan atas nama Erika yang dipersoalkan pada dokumen butir-butir I.A diatas dengan tanda tangan atas nama Erika/Erieka/Erieka (rika) /Erieka bin Karnawi pembanding pada butir I.B merupakan tanda tangan yang berbeda.
Menurut Jaksa, Dokumen Berita acara Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Tahun anggaran 2016 s.d 2019 dari Saksi Samsul Bahri (Kepala Desa) dalam keadaan belum ditandatangani oleh pihak-pihak terkait, kemudian terdakwa karena untuk mempercepat proses penyusunan pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) / Dana Desa (DD) dan tanpa izin dari para pihak memalsukan tandatangan Saksi Erika sebagai ketua BPD, Selanjutnya dokumen tersebut diberikan kembali oleh terdakwa kepada saksi Samsul Bahri
Akibat perbuatan tersebut saksi Erika selaku ketua BPD merasa tidak dihormati dan dihargai dan bilamana perbuatan tersebut dicontoh oleh masyarakat lain maka surat penting lainnya akan disalahkgunakan.
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana berdasarkan ketentuan Pasal 263 ayat (1) Undang KUHP.
Kemudian Jaksa Desi Yumenti dalam dakwaannya menyatakan bahwa bakwa Syamsul Bahri Bin Muhammad Nur pada hari dan tanggal yang tidak dapat diingat lagi pada Tahun 2016, 2017, 2018 dan 2019 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu lain dalam tahun 2016, 2017, 2018 dan 2019 bertempat di Kantor Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Kayuagung, dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian dan diancam dengan pasal pidana 263 ayat 2 KUHP.
Usai mendengarkan pembacaan dakwaan, majelis hakim mempersilahkan kepada terdakwa jika merasa keberatan atas dakwaan tersebut dan terdakwa menyatakan tidak keberatan sehingga sidang ditutup dan akan dilanjutkan pekan depan, (18/5/2022) pukul 11.00 wib dengan agenda pemeriksaan saksi.
Sementara itu usai peraidangan, Kejari OKI Abdi Reza Fachlewi Junus melalui kasi Pidum M Arif mengatakan, pihaknya memang tidak melakukan penahanan terhadap terdakwa dengan beberapa pertimbangan, diantaranya adanya permohonan atau jaminan dari keluarga terdakwa dan terdakwa saat ini sedang melaksanakan tugasnya sehingga jika dilakukan penahanan maka dikhawatirkan akan berdampak pada roda pemerintahan desa.
“Untuk pasal 362 ayat 1 dan 2 hukumannya maksimal 6 tahun penjara, selain itu memang pada saat proses penyidikan kedua terdakwa memang tidak ditahan, kita menerima limpahan dari kejati.” Katanya.
Terkait dengan tidak digunakannya pasal 55 KUHP dalam kasus tersebut, menurutnya hal tersebut sesuai dengan peran masing-masing terdakwa.
“Nanti kita lihat fakta persidangan seperti apa,” pungkasnya. (Den)