Photo : Persidangan yang digelar secra offline di PN Kayuagung.
Radar Sriwijaya (OKI).- Sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan tandatangan dengan terdakwa Samsul Bahri Kades Simpang Tiga Sakti Kecamatan Tulung Selapan OKI dan Asmara selaku Kaur Keuangan dan Perencanaan kembali digelar Di PN Kayuagung, rabu (18/5/2020).
Sidang yang dipimpin oleh Majelis hakim yang diketuai Tira Tirtona SH MH dan hakim Anggota Made Kariana SH MH dan Dani Agustinus SH MH dimulai sekitar pukul 11.32 Wib dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Setidaknya tiga orang saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum diantaranya, Saksi Erika (40) mantan ketua BPD, Wiwid Elfani (46) mantan Sekretaris Desa dan Jefry (37) mantan Anggota BPD.
Usai diperiksa identitasnya selanjutnya para saksi diambil sumpahnya sebelum memberikan keterangan secara bergantian, sementara terdakwa Samsul Bahri dan Asmara duduk didekat pensehat hukumnya.
Dalam keterangannya saksi Erika yang merupakan saksi pelapor menjelaskan, dalam berita acara persetujuan rapat anggaran merupakan dokumen lengkap yang harus ditandatangani oleh BPD dalam rapat, namun bagaimana mungkin dokumen tersebut ditandatangani sedangkan rapatnya saja tidak diundang.
“Jadi itu dokumen lengkap, jika tidak ada tandatangan maka tidak bisa dicairkan,” katanya.
Menurut saksi, selama ini dirinya mengalami kesulitan untuk mengakses detail anggaran desa karena memang kepala desa yang tidak pernah dilibatkan oleh kepala desa selama menjabat sebagai ketua BPD.
“Selama ini sudah pernah menyampaikan meminta dokumen apbdes, dan hal ini sudah disampaikan secara lisan, tetapi tidak ditanggapi oleh kades, hal ini berlangsung beberapa tahun.” Katanya.
Dalam pengelolaan dana desa, kades tidak transparan, dimana APBDes tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat baik besarannya maupun peruntukannya.
“Tidak ada papan proyeknya, bahkan tidak ada prasasti yang dipasang pada setiap bangunan, ditempat kami banyak dibangun jalan setepak bertiang dan hampir setiap tahun dari 2016-2019, ada juga lapangan olahraga.”katanya.
Saksi juga menyatakan, laporan adanya dugaan pemalsuan tandatangan ini baru dilakukan saat ini karena baru ditemukan bukti.
“Saya tidak tahu siapa yang memalsukan.”katanya.
Selain itu, saksi juga menerangkan bahwa pada tahun 2019 lalu ada surat panggilan dari pihak kejaksaan terkait adanya dugaan korupsi dana desa di Simpang Tiga Sakti, hal ini membuat saksi merasa khawatir jika nantinya ikut terseret sementara tidak mengetahui pengelolaan dana desa.
“Jadi tandatangan yang dipalsukan tersebut sebenarnya ada 11 orang anggota BPD.” Jelas dia.
Lebih lanjut saksi juga mengakui dalam pengawasannya tidak melaporkan apa yang alaminya ke inspektorat OKI atau membuat surat kepada kades atas nama BPD, demikian juga dengan tunjangannya sebagai ketua BPD tetap diterima selama menjabat.
Menurut saksi, akibat pemalsuan tandatangan ini yang diuntungkan adalah kepala desa, karena dapat melaksanakan kegiatan tanpa harus mendapatkan persetujuan BPD.
“Saya merasa harkat dan martabat saya telah dilecehkan, saya minta agar dihukum seadil-adilnya,” tandasnya.
Sementara saksi Wiwid Efani mengatakan, dirinya juga tidak banyak dilibatkan oleh kepala desa dalam hal pengelolaan anggaran desa, namun dirinya hanya melayani administrasi umum.
“Untuk rapat pembahasan anggaran saya tidak dilibatkan, saya hanya mengurus administrasi umum.” Ujarnya.
Demikian juga halnya saksi Jefri Parodi Wijaya mengaku tidak begitu banyak terlibat dalam hal penyelenggaraan pemerintahan di desa dalam hal tupoksinya sebagai anggota BPD.
Bahkan saksi sempat membuat Majelis Hakim geram dengan jawaban yang selalu menjawab pertanyaan tidak tahu. Bahkan saat ditanya berapa kali datang ke kantor desa saksi pun lupa berapa kali datang.
Sementara itu usai mendengarkan keterangan saksi, terdakwa Samsul Bahri mengaku keberatan atas keterangan saksi yang menurut tersangka tidak semuanya benar, termasuk hal undangan rapat. Keberatan tersebut akan disampaikan dalam pembelaan.
Setelah mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim menunda sidang pada selasa pekan depan (24/5/2022).
Usai persidangan, Kuasa Hukum Terdakwa, Jun Jati Patra SH dan rekan dari kantor hukum J & J dan rekan, mengungkapkan , bisa dilihat dari keterangan saksi mereka banyak menjawab tidak tahu dan ini bisa dimentahkan. Kemudian juga soal insentif mereka menerima tiga bulan sekali, lalu pembangunan juga demikian.
” Tidak ada yang dirugikan , kami akan tetap mengikuti proses persidangan hingga selesai, “tandasnya.
Terpisah, kuasa hukum pelapor, Maulana Octaviano SH dan dan Rahmat Kurniawan Nasution SH kantor Hukum Polis abdi Hukum berharap kedua terdakwa ini agar ditahan karena terdakwa diduga memalsukan tandatangan APBDes yang merupakan anggaran dari negara untuk masyarakat desa.
“Pertimbangannya, apabila terdakwa tidak ditahan dimana terdakwa memalsukan dokumen anggaran negara untuk masyarakat, bagaimana dengan ancaman tindak pidana yang sama , tapi berbeda peristiwa apakah tidak dilakukan penahanan juga.” Tukasnya.(den)