Midang Morge Siwe Sebagai Tradisi Budaya Kayuagung, OKI

Photo : Facebook.com

Radar Sriwijaya, – Kata Midang dalam istilah masyarakat Kayu agung adalah suatu kegiatan berjalan kaki dengan menggunakan pakaian adat perkawinan masyarakat Kayuagung.

Midang merupakan Budaya yang sudah dilestarikan sejak dulu hingga saat ini, tradisi arak arakan ini terjadi dalam satu rangkaian acara pernikahan ataupun rangkaian acara pada saat perayaan hari raya Idul fitri. Bentuk Midang terbagi menjadi dua versi sesuai dengan hakikat pelaksanaan nya yakni :

Midang Begorok ( Bersedekah Pernikahan)

Dilakukannya Midang ini ketika satu hari sebelum ijab kabul dilaksanakan, pengantin di arak berkeliling di sekitar wilayah Kayuagung, di sertakan muda mudi dan sanak keluarga terdekat, Midang ini juga diiringi hiasan musik Tanjidor.

Latar belakang adanya Midang begorok ini merupakan salah satu bentuk dari permintaan pengantin perempuan, terutama keluarga orang tua nya. Menurut cerita salah satu tokoh Masyarakat Yuslizal mengatakan, dahulu kala pada abad ke 16 memasuki abad 17, seorang pemuda sederhana yang bernama Bastari disukai oleh gadis cantik keturunan ningrat yang bernama Julia. Namun kisah cinta mereka ini tidak direstui dari keluarga Julia, karena Julia yang memaksa kepada orang tuanya maka dari itu, keluarga Julia meminta di adakannya Midang Begorok ini sebagai salah satu syarat untuk mempersunting Julia.

Midang Bebuke

Merupakan bentuk Midang arak arakan muda mudi yang dilaksanakan setiap hari raya Idul fitri tepatnya pada hari ke tiga dan hari ke empat. Bertujuan sebagai ajang untuk memperkenalkan pakaian adat, baik pakaian adat perkawinan maupun pakaian tradisi keseharian suku masyarakat kayu agung secara turun temurun.

Midang Bebuke ini diikuti antusias dari muda mudi Kayuagung, muda mudi yang mengikuti arak arakan wajib memakai baju adat pernikahan.Tradisi ini hanya dilakukan oleh 9 kelurahan sesuai dengan namanya Morge Siwe ( Sembilan Marga ) yakni : Kayuagung Asli, Perigi, Kotaraya, Kedaton, Jua-jua, Sidakersa, Mangunjaya, Paku dan Sukadana.

Kearifan lokal dan kemewahan tradisi budaya ini tak lekang ditelan zaman, kemeriahannya selalu dirasakan tak jarang Tradisi Midang kerap menarik minat wisatawan karena keramaian dan kentalnya budaya yang terkandung di sana.

Penulis : Alda Mustika Rani ( Mahasiwa UIN Raden Fatah Palembang )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9 komentar