Caption : Karobankum Divkum Polri Brigjen Pol VERIS SEPTIANSYAH, S.H., S.I.K., M.H. saat memberikan paparan (Photo/dok.www.radarsriwijaya.com)
**Divkum Mabes Polri Berikan Arahan.
Radarsrwijaya.com, (Kayuagung).- Polres OKI terus melakukan berbagai langkah-langkah untuk menyelesaikan sengketa lahan antara PT Sumber Wangi Alam (SWA) dan Masyarakat Desa Sungai Sodong Kecamatan Mesuji OKI.
Kegiatan tersebut mendapatkan atensi dari Markas Besar (Mabes) Kepolisian Republik Indonesia melalui Divisi Hukum yang menyampaikan kajian HAM Tentang penyelesaian sengketa lahan PT SWA dan Desa Sungai Sodong oleh karobankum Divkum Polri dipolres OKI, Rabu (6/5/2024)
Kegiatan yang dihadiri oleh karobankum Divkum Polri Brigjen Pol Veris Septiansyah, S.H., S.I.K., M.H. Dihadiri oleh jajaran forkopimda OKI, jajaran Pemkab OKI, pihak BPN, Tokoh Masyarakat, tokoh agama dan sejumlah pihak terkait lainnya.
Dalam forum tersebut Brigjen Pol Veros Septiansyah SH Sik MH menyampaikan berbagai strategi yang dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa lahan secara secara holistik dan komprehensif yang melibatkan berbagai pihak terkait.
Setidaknya terdapat delapan langkah yang dapat ditempuh dalam penyelesaian sengketa lahan diantaranya, Dialog dan Mediasi, Penegakan Hukum dan Kebijakan, pemetaan partisipatif, konsultasi dengan masyarakat adat, Transparan dan Akuntabilitas, Kolaborasi dengan multi stakeholder, pengawasan dan evaluasi serta pendidikan dan penyuluhan.
“Jadi ini bukan hanya soal sengketa lahan antara PT SWA dan warga Desa Sungai Sungai Sodong Saja tetapi kita memberikan masukan kepada pemerintah daerah, BPN, masyarakat dan stakeholder lainnya bagaimana langkah-langkah kita dalam menyelesaikan persoalan ini secara tuntas.” Katanya.
Penyelesaian masalah tersebut haruslah diawali dengan pemetaan dan rumusan masalah yang baik, secara transparan kita sampaikan setelah itu apa yang harus kita lakukan secara konfrehensif dari semua pihak.
Kemudian Peluang dan kendala yang ada serta keinginan masyarakat pemerintah dan perusahaan harus diselesaikan berkelanjutan dan tidak meninggalkan persoalan dimasa mendatang.
“Jangan sampai nanti masalahnya tidak selesai setiap kali ganti Kapolres, ganti bupati masalah tersebut muncul lagi ” katanya.
Sebagai langkah pendekatan kepada masyarakat diantaranya dengan melakukan edukasi masyarakat dan juga kepada lembaga swadaya masyarakat yang ada didesa dalam rangka penguatan kapasitas melalui advokasi lokal untuk dapat meredam situasi.
Kemudian adanya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa, dimana kades didorong untuk menguatkan struktur desa dalam pengambilan keputusan.
“Artinya semua ikut dilibatkan sehingga keputusan yang akan diambil oleh kepala desa dapat dipatuhi dan didukung masyarakat.” Katanya.
Menurutnya, penyelesaian sengketa tentu saja dapat ditempuh melalui jalur hukum dan mekanisme tersebut tentu saja tersedia, namun bukan berarti semuanya harus dibawa keranah hukum, berdayakan sumberdaya yang ada untuk mengurangi potensi timbulnya konflik melalui jalur mediasi.
“Namun sebelum sampai kepada tahapan tersebut maka proses mediasi haruslah dapat ditempuh ketika menyelesaikan suatu persoalan sengketa, tidak semua permasalahan harus selesai dimeja pengadilan, tujuan hukum itu adalah untuk kepastian hukum, keadilan dan manfaat.” Katanya.
Selain itu, dalam menyelesaikan persoalan sengketa lahan ini harus juga dipahami pemetaan wilayah, dimana yang vokal, dimana yang koperatif, sehingga saat ada masalah yang muncul maka karekteristiknya diketahui dan akan diambil keputusan yang tepat.
“Yang paling penting adalah keterlibatan tokoh masyarakat, jika sudah dituakan maka harus mampu memberikan contoh yang baik, jangan justru terbalik untuk memprovokasi orang lain menjadi tidak baik.” Katanya.
Sementara bagi pihak perusahaan juga harus bisa menanamkan prinsip FPIC dalam melaksanakan investasi. FPIC (Free and Prior Informed Consent) adalah adalah satu proses yang memungkinkan masyarakat adat dan atau masyarakat lokal untuk menjalankan hak-hak fundamentalnya untuk menyatakan apakah mereka setuju atau tidak setuju terhadap sebuah aktivitas, proyek, atau kebijakan yang akan dilaksanakan di ruang kehidupan masyarakat.
“Warga bisa memberikan persetujuan secara bebas. Banyak perusahaan yang takeover tanpa menyelesaikan (FPIC). Banyak permasalahan yang tidak selesai dengan masyarakat ditinggalkan dan menjadi beban masalah bagi perusahaan yang baru takeover.” Kata dia.
Dirinya juga menyarankan kepada pemerintah daerah dan stakeholder lainnya, jika memang ada perusahaan yang beroperasi tetapi mengabaikan apa yang disarankan dan tidak mau mencari solusi atas permasalahan yang ada maka sebaiknya ditutup saja.
“Satu permasalahan juga ketika program CSR yang dilakukan oleh pihak perusahaan tidak menjadi bahasan atau diskusi dengan masyarakat, Namun dalih CSR sudah berjalan. Contoh warga minta pengairan diberikan sarana olahraga ini juga menjadi masalah.” Tukasnya.
Terkait dengan sengketa lahan antara PT SWA dan Masyarakat Desa Sungai Sodong, dirinya mengapresiasi langkah yang sudah dilakukan oleh jajaran polres OKI dan hal tersebut adalah salah satu upaya untuk meredam terjadinya konflik.
“Itu bagus sekali, sudah kita lihat pada bulan mei kemarin itu adanya isu yang berkembang disana yang mengarah pada potensi konflik, meraka turun untuk menjaga dan itulah tugas dan peran polres untuk menjaga.” Katanya.
Kemudian jajaran Polres juga sudah membuka forum dialog dengan masyarakat melalui program Jumat curhat.
“Ide atau gagasannya itu yang paling penting dengan adanya saluran itu maka saluran tidak akan tersumbat dan tentu ini salah satu cara mencegah terjadinya konflik.” Tukasnya.
Sementara itu PJ Bupati OKI Ir Asmar Wijaya Msi melalui asisten I Drs Antonius Leonardo Msi mengatakan, pihak akan menjadikan masukan dan arahan ini untuk menentukan langkah-langkah dalam menentukan kebijakan yang akan diambil.
Pihaknya juga saat ini sudah mengirimkan surat kepada PT SWA untuk menunda kegiatan replanting dilahan 633 hektar dalam HGU yang saat ini bermasalah. (den)