Terkait Kasus Penganiayaan Korban Yosen, JPU Tegaskan Bekerja Profesional

Caption : Kasi Pidum Jodhi Atma Enchi SH didampingi JPU saat memberikan keterangan pers terkait kasus penganiayaan yang saat ini sedang digelar dalam persidangan di PN Kayuagung. (Photo/dok.www.radarsriwijaya.com)

Radarsriwijaya.com, (KAYUAGUNG).- Terkait adanya pernyataan keluarga korban tindak pidana penganiayaan berat atas nama Yosen Rinaldo yang mencium adanya dugaan “permainan” berkas perkara menjerat pelaku atas nama Lamsa yang saat ini telah masuk dalam proses persidangan di PN Kayuagung. Pihak Kejari OKI menyampaikan klarifikasi.

Kepala Kejaksaan Negeri OKI Hendri Hanafi melalui Kasi Pidum , Jodhi Atma Enchi SH didampingi Kasi Intel Alex Akbar mengatakan, pihaknya sudah bertemu dengan yang bersangkutan dan pengacara sudah diterangkan hasil penelitian berkas perkara sudah dijelaskan sesuai dengan SOP.

“Jadi dalam berkas perkara itu sangkaan Pasal dari penyidik sudah diteliti dan disesuaikan alat bukti yada dalam berkas perkara itu,”terangnya Senin (10/6).

Dalam berkas perkara memang ada keterangan tersangka bahwa yang memulai itu korban. Namun hal tersebut adalah keterangan tersangka ia punya hak untuk ingkar menyampaikan keterangan sendiri.

Sedangkan ia selaku JPU menilai bahwa keterangan tersangka dipersidangan tidak bisa ia gunakan. Jadi pihaknya membuat dakwaan mengacu pada keterangan saksi dan korban.

Sehingga apapun yang disampaikan oleh keluarga korban bahwa ada pemutar balikkan fakta itu tidak dipertimbangkan karena ia mengacu kepada keterangan korban.

Sehingga keterangan tersangka yang menyampaikan bahwa dia dipukul duluan tidak dimasukkan karena sekali lagi tersangka punya hak ingkar membela diri.

” Namun pembuktian segala alat bukti itu nilainya bagi kami nol, sebagai alat bukti yang lain dibutuhkan adalah keterangan saksi dan korban,”imbuhnya.

Terkait untuk senjata api mengapa tidak disangkakan karena pihaknya dalam berkas perkara tidak menemukan adanya penyitaan terhadap senjata api itu sendiri. Dalam berkas perkara itu ada daftar pencarian barang.

Kalau untuk menerapkan kepemilikan senjata api ilegal barangnya harus ada dulu, kalau tidak ada bagaimana menyatakannya ilegal.Kenapa akhirnya tim jaksa peneliti menyatakan bahwa memang tidak bisa disangkakan dalam perkara ini karena barang buktinya tidak ada.

Lalu pada saat keterangan keluarga korban, mereka menyatakan statement bahwa senpi ini tidak diusut. salah ia tidak menyebutkan seperti itu, tapi ia menyebut mengapa pasal ini tidak disangkakan karena senpi itu sudah digunakan sebagai alat kejahatan jadi digunakan untuk menganiaya.

“Kemudian BB nya tidak ada sehingga tidak bisa disangkakan pada pasal itu di berkas perkara. Hasil penelitian juga kenapa bapak tersangka tidak ikut dijadikan tersangka seperti permintaan dari keluarga korban, fakta dalam berkas perkara tidak juga ditemukan keterlibatan bapak tersangka secara aktif.

Menurut Alex, dengan sangkaan pasal yang  disajikan penyidik tidak ditemukan fakta peran bapak tersangka, sehingga dalam hal keterlibatan bapaknya tersangka sudah disampaikan kepada keluarga korban akan dibuktikan pada fakta persidangan.

“Apabila nanti dalam persidangan dinyatakan ada keterlibatan, maka pada sidang keputusan dari majelis hakim itu akan dijadikan penyidik untuk menetapkan bapak tersangka.” Katanya.

Ditambahkannya, Dalam fakta persidangan jaksa sudah menerapkan dakwaan sebagaimana disampaikan kepada majelis hakim. Terhadap ketidakpuasan keluarga korban itu sendiri yang menyebut adanya upaya menghilangkan barang bukti.

“Memang itu kewenangan penyidik ia menetapkan orang sebagai tersangka kalau penyidik menyangkakan pasal menghilangkan barang bukti oleh bapak tersangka itu harus memulai penyidikan tersendiri karena pidananya berbeda. Kami sudah bekerja profesional proporsional sesuai dengan fakta yang ada dan besok akan ada sidang agenda pemeriksaan saksi.” Tukasnya,

Sebelumnya, dikutip dari Sumeks.co Syahrul Senan yang merupakan paman korban mengungkapkan, peristiwa itu terjadi pada 27 Februari 2024 silam yang mana saat itu korban yang merupakan keponakannya itu menegur pelaku karena menggeber suara motornya yang juga sedang membonceng ayah pelaku bernama Karyani.

Tidak senang karena ditegur oleh keponakan saya itu, pelaku bersama ayahnya pun turun dari motor dengan membawa senjata,” ungkap Syahrul.

Saat itu saksi tetangga korban melihat ayah pelaku mengeluarkan sajam dan pelaku mengeluarkan senpi rakitan dan langsung menembak kearah tubuh korban.Sehingga, kata Syahrul peluru senpi pelaku Lamsa mengenai dan bersarang di bagian perut keponakannya tersebut hingga mengalami luka yang cukup parah.

Ia mengaku keponakannya tersebut masih bisa diselamatkan usai mendapatkan perawatan medis dirumah sakit meski mendapat beberapa luka jahitan pada bagian perut bekas tembakan senpi rakitan pelaku.

Sehingga peluru senpi pelaku Lamsa mengenai dan bersarang di bagian perut keponakannya tersebut hingga mengalami luka yang cukup parah

Namun, Syahrul mengaku keponakannya tersebut masih bisa diselamatkan usai mendapatkan perawatan medis dirumah sakit meski mendapat beberapa luka jahitan pada bagian perut bekas tembakan senpi rakitan pelaku.

Namun, anehnya justru yang terjadi adanya pemutarbalikan fakta baik dari berkas BAP penyidik Polres OKI hingga dakwaan jaksa Kejari OKI.

Seperti, lanjutnya pada saat rilis tersangka Kasat Reskrim Polres OKI saat itu mengatakan bahwa korban lah yang menggeber motor didepan pelaku, sehingga tersinggung karena ditegur pelaku.

Bahkan, lanjutnya lagi dikatakan dalam press rilis saat itu korbanlah yang hendak memukul pelaku dengan kayu sehingga membuat pelaku menembak korban dengan senpi rakitan.

Baginya ini merupakan pemutar balikan fakta, dan dipersidangan nyatanya saksi mata yang melihat peristiwa itu mengatakan sebaliknya bahwa pelaku bersama ayahnya lah yang melakukan penganiayaan terhadap korban terlebih dahulu.

Selanjutnya yang membuat Syahrul lebih heran lagi, masih dalam press rilisnya

Kasat Reskrim saat sempat mengatakan bahwa pelaku dikenakan ancaman berlapis yaitu Pasal 351 ayat 2, dan Pasal UU Darurat karena kepemilikan senjata api gelap yang dapat dituntut seumur hidup.

Namun, yang menjadi ironi sesuai SP2HP tertanggal 29 April 2024 tersebut ancaman UU Darurat kepemilikan senpi rakitan menjadi tidak ada.

Selain itu lanjutnya, kejanggalan lain seperti jerat pasal lainnya dilakukan secara bersama-sama dengan ayah pelaku bernama Karyani serta menghilangkan barang bukti juga tidak dilampirkan dalam berkas perkara.

Sehingga pelaku ini dianggap pelaku tunggal dan menjadi tindak pidana penganiayaan biasa, serta ayah pelaku dianggap saksi biasa bukan sebagai pelaku lainnya,” urainya.

Hal itu, lanjut Syahrul juga terjadi pada dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri OKI terhadap terdakwa Lamsa.

Bahwa dalam perjalanan dan perkembangan kasus ini, menurutnya secara nyata patut diduga ada penanganan oleh aparatur negara secara parsial.

Dan ketidakprofesionalan berkeadilan, yang dilakukan penegak hukum baik itu dari pihak kepolisian hingga pihak kejaksaan di wilayah hukum Kabupaten OKI atas peristiwa yang menimpa korban Yosen Rinaldo.” Kami hanya ingin meminta penyelidikan ulang karena menyangkut rasa keadilan,”tandasnya.(de)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *