Caption : salah satu dokumen yang disertakan dalam laporan. (ist)
Radarsriwijaya.com, (Kayuagung).- Dini Damayanti, S.Kom, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas sebagai Penyusun Laporan Kebijakan di Bagian Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), melaporkan oknum pimpinan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BKPSDM) Kabupaten OKI ke Ombudsman RI perwakilan Sumatera Selatan.
Selain ke Ombudsman, laporan juga disampaikan ke BKN, Menpan RB dan Kementerian Dalam Negeri.
Laporan tersebut disampaikan terkait dengan status pengangkatannya sebagai Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah (PPUPD) Ahli Pertama namun hingga saat ini tidak kunjung dilantik.
Dalam keterangan pers yang disampaikannya jumat (3/1/2025) disebutkan, Permasalahan ini berawal dari rekomendasi pengangkatan Dini ke dalam jabatan fungsional PPUPD Ahli Pertama yang telah diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri RI melalui surat nomor 800.1.3.3/221/IJ tertanggal 17 Januari 2024.
Dalam rekomendasi tersebut terdapat pula empat orang lainnya yakni Fransiscus Halomoan Manik Ambarita, Edy Haryanto, Hj. Eka Hamami Damayanti dan Hendra Latif , keempat orang tersebut merupakan PPUPD Madya.
Namun, hingga awal Januari 2025, pelantikan Dini belum dilakukan, meskipun rekan-rekannya yang juga direkomendasikan telah resmi dilantik pada 31 Oktober 2024.
Dini menyampaikan bahwa pelantikan rekan-rekannya terdokumentasi jelas dalam kegiatan yang dilaksanakan di Ruang Rapat Bupati OKI, bahkan diunggah melalui media sosial resmi instansi terkait.
Sementara itu, dirinya tidak menerima undangan pelantikan dengan alasan yang tidak jelas.
“Pihak terkait sempat memberikan informasi secara lisan bahwa akan ada pelantikan susulan untuk jabatan fungsional tertentu sebelum akhir tahun 2024. Namun, hingga 31 Desember 2024, pelantikan tersebut tidak pernah terjadi,” ungkap Dini.
Ironisnya, pelantikan beberapa ASN untuk jabatan fungsional tertentu tetap dilaksanakan di akhir 2024, termasuk nama-nama seperti Eva Cavarina, S.Sos, dan Elpis Pebriadi, tanpa adanya penjelasan terkait status dirinya.
Menurut Dini, tindakan ini mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap Peraturan Bupati OKI Nomor 17 Tahun 2019 tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, khususnya Pasal 6 Poin 13 yang menekankan agar ASN tidak bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas pelayanan.
Dini juga mengungkapkan pengalaman serupa yang terjadi pada Juni 2022, ketika ia mengajukan permohonan mutasi ke Inspektorat Kabupaten OKI.
Permohonan tersebut sudah dilengkapi sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), termasuk dokumen Analisis Jabatan (Anjab) dan Analisis Beban Kerja (ABK), yang menunjukkan bahwa jabatan yang ia lamar masih kosong dan sangat dibutuhkan.
Namun, ia diberitahu secara lisan oleh Kabid Mutasi dan Promosi, Boy Darmawan, bahwa posisi yang ia tuju sudah terisi. Selain itu, Sekretaris BKPSDM saat itu, Fredi Harry Martonis, menyampaikan bahwa pejabat yang ada di Inspektorat akan dimutasi.
Faktanya, jabatan yang ingin Dini duduki justru diisi oleh Ibrahim, ASN lain dengan kelengkapan administrasi serupa.
“Sampai saat ini, saya tidak pernah mendapatkan balasan resmi ataupun penjelasan terkait alasan penolakan mutasi saya. Ini menjadi bukti lain adanya tindakan diskriminasi dalam pengelolaan SDM ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten OKI,” tegas Dini.
Dini menilai, tindakan pihak terkait melanggar Peraturan Pemerintah RI Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, khususnya Pasal 4 Poin h, Kewajiban memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kompetensi. Sedangkan Pasal 5 Poin I Larangan bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan.
Ia menambahkan bahwa dirinya telah memenuhi seluruh syarat untuk menduduki jabatan fungsional PPUPD Ahli Pertama, termasuk memiliki sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Penyelenggaraan Pemerintahan Dalam Negeri (LSP PDN) dengan nomor registrasi 16/00269/700/4/11/2023, yang menyatakan dirinya “Kompeten”.
Oleh sebab itu dirinya meminta kepada kepala Ombudsman RI untuk menelaah dan memeriksa Surat Keputusan pelantikan ASN yang menduduki jabatan fungsional di lingkungan Inspektorat Kabupaten OKI.
Selain itu memanggil dan memeriksa pihak terkait yakni Kepala BKPSDM Kabupaten OKI, Sekretaris BKPSDM Kabupaten OKI serta Kabid Mutasi dan Promosi BKPSDM Kabupaten OKI.
“Saya hanya meminta hak saya sebagai ASN yang telah dinyatakan kompeten untuk menduduki jabatan fungsional yang direkomendasikan. Saya berharap permasalahan ini dapat diselesaikan secara transparan, sesuai dengan aturan yang berlaku,” tutup Dini.
Sementara itu kepala BKPSDM OKI, Mauliddini melalui Kabid Mutasi dan Promosi Boy Darmawan saat dikonfirmasi via WhatsApp memberikan jawaban penyebab belum dilantiknya Dini Damayanti karena alasan teknis.
Boy menjelaskan bahwa Dini telah dinyatakan kompeten berdasarkan hasil uji kompetensi (Ukom) yang merupakan syarat mutlak untuk perpindahan jabatan dari pelaksana ke fungsional.
“Memang untuk perpindahan jabatan pelaksana ke jabatan fungsional harus melalui Ukom. Dini lulus Ukom dan direkomendasikan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri bersama empat orang lainnya di awal tahun 2024,” ungkap Boy.
Namun, setelah rekomendasi diterima, BKPSDM OKI memprosesnya dengan mengajukan persetujuan teknis (Pertek) ke Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Dari lima nama yang diajukan, hanya empat orang yang dinyatakan dapat dipertimbangkan untuk pelantikan. Sehingga keempatnya dilantik pada 31 Oktober 2024 lalu bersama sejumlah pejabat lainnya.
“Untuk nama Dini, pada saat itu Perteknya dinyatakan tidak dapat dipertimbangkan oleh BKN. Situasi seperti ini sering terjadi karena berbagai faktor teknis administratif yang memerlukan verifikasi ulang,” tambahnya.
BKPSDM kemudian melakukan evaluasi ulang terhadap dokumen Dini, memperbaiki kekurangan, dan mengajukan kembali permohonan Pertek ke BKN.
Hingga saat ini, pihak BKPSDM masih menunggu jawaban dari BKN terkait pengajuan tersebut.
Menanggapi adanya dua ASN yang dilantik pada 30 Desember 2024, Boy menjelaskan bahwa keduanya masuk ke jabatan fungsional melalui jalur inpassing (penyesuaian).
Proses ini berbeda dari perpindahan jabatan melalui Ukom maupun pengangkatan pertama melalui formasi CPNS.
“Jalur inpassing memiliki ketentuan khusus, dan rekomendasinya harus dilantik sebelum 31 Desember 2024. Setelah kami konsultasikan dengan kementerian, pelantikan jabatan ini tidak memerlukan izin Menteri. Oleh karena itu, keduanya dilantik sebelum batas waktu yang ditentukan,” terang Boy.
Sebaliknya, pelantikan melalui perpindahan jabatan dengan Ukom, seperti dalam kasus Dini, memerlukan izin Menteri Dalam Negeri karena pelantikan dilakukan oleh Penjabat Bupati.
Boy menegaskan bahwa proses pelantikan Dini hanya tinggal menunggu tahapan akhir, yakni keluarnya Pertek dari BKN dan izin pelantikan dari Menteri Dalam Negeri sebagaimana beberapa pegawai lainnya yang masih menunggu.
“Tidak ada niat atau upaya untuk menghalangi Dini. Semua proses dijalankan sesuai mekanisme yang berlaku,” tegasnya.
Terkait laporan Dini ke Ombudsman RI Sumatera Selatan, Boy menyampaikan bahwa BKPSDM OKI siap memberikan klarifikasi jika diperlukan.
“Kami terbuka untuk menjelaskan situasi ini secara transparan. Kami yakin bahwa semua prosedur yang kami lakukan sudah sesuai dengan peraturan,” tandasnya.(den/ril)